ZMedia

Asuhan Keperawatan Hipertensi Ners

 A. PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global berakibat peningkatan angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan termasuk di Indonesia. Hipertensi merupakan faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, retina, pembuluh darah besar (aorta) dan pembuluh darah perifer. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34,1% dibandingkan 27,8% pada Riskesdas tahun 2013. Dalam upaya menurunkan prevalensi dan insiden penyakit kardiovaskular akibat hipertensi dibutuhkan tekad kuat dan komitmen bersama secara berkesinambungan dari semua pihak terkait seperti tenaga kesehatan, pemangku kebijakan dan juga peran serta masyarakat.

 

B. HASIL BELAJAR

Setelah mempelajari materi pokok ini, peserta memahami konsep dan asuhan keperawatan hipertensi serta mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi

 

C. INDIKATOR HASIL BELAJAR

Setelah mempelajari materi pokok ini, peserta mampu :

1. Memahami dan menjelaskan konsep hipertensi

2. Memahami dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi

 

D. MATERI PEMBELAJARAN

1. KONSEP HIPERTENSI

a. PENGERTIAN

Menurut Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High pressure VII, 2003; hipertensi adalah suatu keadaan seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik, sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik. Istilah “prahipertensi” adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89 mmHg untuk diastolik (Corwin, 2009: Price, 2005).

 


b. KLASIFIKASI HIPERTENSI

Beberapa klasifikasi tentang hipertensi dari berbagai sudut pandang ahli dikelompokkan menjadi bermacam-macam.

The sixth Report of The joint national Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI) mengklasifikasikan tekanan darah untuk orang dewasa menjadi enam kelompok yang terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun atau lebih (Mansjoer,2000).

Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal

< 120

dan

< 80

Normal

< 130

dan

< 85

Normal tinggi

130-139

atau

85-89

Hipertensi Derajat I

140-159

atau

90-99

Hipertensi Derajat II

160-179

atau

100-109

Hipertensi Derajat III

≥ 180

atau

≥ 110

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial (hipertensi primer) dan hipertensi renal (hipertensi sekunder). Hipertensi esensial (hipertensi primer) adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus yang banyak terdapat di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas system saraf simpatis, system rennin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia. Sedangkan hipertensi renal (hipertensi sekunder) terdapat sekitar 5% kasus yang terdapat di masyarakat. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronisme primer dan chusing syndrome, feokromositoma, koartasio aorta, serta hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan (Mansjoer,2000)

 

 

 

Klasifikasi Hipertensi Menurut Kelompok Umur:

Tabel 2.2 Hipertensi Menurut Kelompok Umur

Kelompok Usia

Normal (mmHg)

Hipertensi (mmHg)

Bayi

80/40

Normal

Anak usia 7-11 tahun

100/60

120/80

Remaja 12-17 tahun

115/70

130/80

Dewasa (20-45 tahun)

             (45-65 tahun)

             (>65 tahun)

120-125/75-80

135-140/85

150/85

135/90

140/90-160/95

160/95

 

 

Klasifikasi Hipertensi Menurut Perjalanan Penyakitnya:

Penggolongan hipertensi menurut perjalanan penyakitnya ini dibagi menjadi dua, yakni :

1. Hipertensi Benigna, bila timbulnya kenaikan tekanan darah terjadi secara berangsur,

2. Hipertensi Maligna, bila tekanan darah naik secara progresif dan cepat dan biasanya disertai dengan banyak komplikasi seerti GGk, CVA, hemoragi  retina, dan ensefalopati (Tambayong, 2000).

 

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kegawatan :

1. Hipertensi Emergensi, jika TD diastolik >120 mmHg, disertai dengan kerusakan organ target dan apabila ada keterlambatan dalam penanganan dapat berakibat pada kematian,

2. Hipertensi Urgensi, jika TD Diastolik >120 mmHg dan tidak disertai dengan tanpa kerusakan organ namun dalam penanganannya tekanan darah harus diturunkan dalam 24 jam sejak onset.

 

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Bentuknya :

1. Hipertensi Diastolik

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya jenis hipertensi ini ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

 

 

 

2. Hipertensi Sistolik

Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik, umumnya ditemukan pada usia lanjut.

3. Hipertensi campuran

Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu kombinasi dari peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. (Gunawan, 2001)

 

c. ETIOLOGI

Institut Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantaranya menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya (Smeltzer, 2002 & Rubenstein, 2007). Etiologinya mungkin multifaktorial. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya bertambahnya usia, obesitas, asupan alkohol berlebihan. Sedangkan hipertensi sekunder bisa timbul akibat penyakit ginjal, penyakit endokrin (sindrom Cushing, sindrom Conn, feokromoditoma, akromegali), pil kontrasepsi oral, eklampsia, dan koaktasio aorta (Rubenstein, 2007).

A. Stenosis arteri ginjal

Stenosis arteri ginjal adalah suatu keadaan yang harus mendapat perhatian khusus. Penyempitan arteri yang memasok darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal) menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dilatasi (melebarkan arteri).

B. Gagal ginjal

Penderita gagal ginjal biasanya juga membutuhkan perawatan tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada penderita ini terutama disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garam dan air dalam tubuh. Apabila penderita menjalankan dialisis, penderita masih tetap harus minum obat untuk menjaga tetap normal.

C. Kelebihan noradrenalin

Penyebab tekanan darah tinggi lainnya adalah gangguan kelenjar adrenal. Penyebab ini jarang dijumpai. Namun, bila ada kasus, termasuk gangguan yang dapat disembuhkan. Kelenjar adrenal terdapat tepat di atas tiap-tiap ginjal. Kelenjar adrenal mempunyai lapisan dalam dan luar yang dapat mengeluarkan berbagai hormon ke dalam aliran darah. Bagian dalam kelenjar disebut medula yang mengeluarkan adrenalin atau hormon yang dihasilkan sebagai rasa takut, marah, dan latihan. Adrenalin dapat meningkatkan denyut jantung. Selain itu, medula juga menghasilkan hormon noradrenalin yang juga menyebabkan kontraksi otot arteri dan meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat terlalu banyak noradrenalin dapat dikendalikan dengan obat, tetapi untuk kesembuhannya diperlukan tindakan bedah.

D. Sindroma cushing dan aldosteronisme

Sindrom ini merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini sebagai akibat adanya tumor atau pertumbuhan yang berlebihan dari lapisan luar kelenjar adrenal. Pada keadaan ini, dihasilkan hormon stres lain yaitu kortisol atau hormon lain yang disebut aldosteron hormon yang mengakibatkan ginjal menahan garam (atau sodium) dan melepaskan kalium.

E. Alkohol

Hipertensi dikaitkan dengan konsumsi alkohol berlebihan dan hipertensi cenderung turun bila konsumsi alkohol dihentikan atau dibatasi.

F. Stres

Mungkin hanya sedikit orang yang tidak segera menghubungkan hipertensi dengan stres. Namun, peranan stres sebagai faktor penyebab hipertensi tidak diragukan lagi. Stres dapat meningkatkan tekanan darah

 

d. FAKTOR RISIKO

Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.

Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause.

a. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.

b. Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.

 

 

c. Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

 

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1. Obesitas

Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

2. Kurang Olahraga.

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

 

 

 

3. Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

4. Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

5. Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.

6. Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

7. Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

 

e. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Udjianti, Wajan Juni (2010), pemeriksaan penunjang pada penderita hipertensi meliputi :

1. Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk melihat vaskositas dan indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

2. Kimia darah

a. BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau fungsi renal.

b. Serum glukosa : hiperglisemia (DM adalah faktor presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin. 25

c. Kadar kolesterol/trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposis pembentukan plak ateroma.

d. Kadar serum aldosterone : menilai adanya aldosteronisme primer.

e. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokonstriksi dan hipertensi. f. Asam urat : hiperurisemia merupakan implikasi faktor hipertensi.

3. Elektrolit

a. Serum potasium atau kalium : hipoklemia menandakan adanya aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik.

b. Serum kalsium : jika terdapat peningkatan akan berkontribusi pada hipertensi

4. Urin

a. Analisa urin : adanya protein urien, glukosa dalam urin mengindikasikan adanya disfungsi renal atau diabetes

b. Urine VMA (Catecholamine Metabolite) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma.

c. Sterodi urin : peningkatan kadar mengindikasikan adanya hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disfungsi pituary, sindrome chusing’s; kadar renin juga meningkat.

5. Radiologi

a. Intra Venous Pyelografi (IVP) : untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal parenchhymal disease, urolithiasis, benigna prostate hyperplasia (BPH).

b. Rontgen toraks : untuk menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung

6. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia

 

f. TATA LAKSANA

Ø Manajemen Non Farmakologi

Managemen non farmakologi (modifikasi gaya hidup terapeutik) memainkan peranan penting dalam managemen hipertensi. Ini mungkin satu-satunya pengobatan yang diperlukan dalam tahap satu hipertensi. Sayangnya data dari studi cross-sectional menunjukkan bahwa pengobatan non-farmakologis untuk pasien dengan hipertensi masih belum memadai. Beberapa manajemen non farmakologi dalam mengontrol tekanan darah antara lain :

1. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan adalah yang paling menguntungkan bagi pasien yang mempunyai lebih dari 10% kelebihan berat badan. BMI yang ideal untuk orang Asia sekitar 18,5-23,5 kg/m2. Target praktis untuk pasien kelebihan berat badan adalah pengurangan minimum 5% berat badan. Namun penurunan berat badan sebesar 4,5 kg secara signifikan mengurangi TD.

2. Mengurangi Konsumsi Sodium

Pengaruh pembatasan natrium dalam hipertensi dapat bervariasi. Subyek lansia lebih sensitif terhadap asupan natrium. Rata-rata, pengurangan 4 mmHg sistolik dan diastolik 2 mmHg dicapai dengan pembatasan natrium. Konsumsi <100 mmol natrium atau 6g natrium klorida sehari dianjurkan (setara dengan <1/4 sendok teh garam atau 3 sendok teh monosodium glutamat).

3. Menghindari konsumsi alkohol berlebihan

Alkohol memiliki efek akut dalam meningkatkan TD. Saran standar untuk membatasi asupan tidak lebih dari 21 unit untuk pria dan 14 unit untuk wanita per minggu (1 unit setara dengan 1/2 gelas bir atau 100 ml anggur atau 20ml wiski). Pasien hipertensi yang menjadi peminum berat lebih cenderung memiliki hipertensi resisten terhadap obat. Satu-satunya cara untuk mengurangi TD pasien efektifnya adalah dengan mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol. Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.

4. Olahraga secara teratur

Jenis latihan aerobik lebih efektif daripada latihan yang melibatkan pelatihan resistensi, (misalnya angkat besi). Saran umum kesehatan jantung olahraga ringan, seperti jalan cepat selama 30-60 menit setidaknya 3 kali seminggu.

5. Pengaturan diet

Diet yang kaya buah-buahan, sayuran dan produk susu dengan penurunan lemak jenuh dan jumlah lemak dapat menurunkan TD (11/6 mmHg pada penderita hipertensi dan 4/2 mmHg pada pasien dengan TD normal). Jenis diet ini juga memiliki efek menguntungkan pada keseluruhan kesehatan jantung. Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah, yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan, 2002).

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001).

Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. ( Hayens, 2003 ).

Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan fospolipid. Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002 ).

Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah–buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi ( Mayo, 2005 ).

6. Berhenti merokok

Hal ini penting dalam manajemen keseluruhan dari pasien dengan hipertensi dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan , disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat ( Santoso, 2001 ).

7. Lainnya

Ini termasuk managemen stres, perubahan mikronutrien dan suplemen makanan dengan minyak ikan, kalium, kalsium, magnesium dan serat (Rahman et al., 2008).

 

Ø Manajemen Farmakologi

Menurut Muttaqin (2009), pengobatan farmakologi hipertensi terdiri dari:

1. Diuretik

Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan untuk mengobati hipertensi ringan. Dapat diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak obat antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan; karena itu, sering kali diuretik diberi bersama antihipertensi.

2. Simpatolitik (menekan simpatetik)

Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik), penghambat adrenergik alfa, dan penghambat adrenergik beta, juga dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.

3. Vasodilator arteriol yang berkerja langsung

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan sehingga terjadi edema perifer.

4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensinreninaldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar.

5. Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis)

Blokir jalur kalsium akan memperlambat gerakan kalsium ke dalam sel-sel pembuluh darah jantung dan darah, karena kalsium menyebabkan kontraksi jantung kuat, maka obat ini mudah membuat kontraksi jantung dan mengendurkan pembuluh darah.

 

 

2. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

a. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ø Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

Ø Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

Ø Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload, perubahan frekuensi jantung, perubahan irama jantung, perubahan kontraktilitas, perubahan preload

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

b. INTERVENSI KEPERAWATAN

1

Nyeri akut (D.0077)

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat danberintensitas ringan hingga beratyang berlangsung kurang dari 3bulan

 

Gejala dan tanda mayor

S : mengeluh nyeri

O :

1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif ( misal waspada, posisi menghindari nyeri)

3. Gelisah

4. Frekwensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

 

Gejala minor

S :

O :

1. tekanan darah meningkat

2. berfokus pada diri sendiri

Luaran utama : tingkat nyeri

Kriteria hasil :

1. Keluhan nyeri menurun

2. Meringis menurun

3. Sikap protektif menurun

4. Gelisah menurun

5. Kesulitan tidur menurun

6. Frekwensi nadimembaik

7. Pola nafas membaik

8. Pola tidur membaik

 

Luaran tambahan : kontrol nyeri

Kriteria hasil :

1. Melaporkan nyeriterkontrol meningkat

2. Kemampuan mengenalionset nyeri

Meningkat

Intervensi utama : manajemen nyeri Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respon nyeri nonverbal

4. Identifikasi faktor yang memperberat

atau memperingan nyeri

5. Monitor efek samping penggunaan analgesic

Terapeutik

1. Berikan Teknik non- farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

2. Control lingkungan yang memperberat nyeri

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

2

Defisit Pengetahuan (D.0111)

Definisi

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu

 

Gejala dan tanda mayor

S : menanyakan masalah yang dihadapi

O :

1. menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran

2. menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah

 

Gejala minor

S :

O :

1. menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

 

Luaran utama : tingkat pengetahuan

Kriteria hasil :

· Perilaku sesuai anjuran

· Verbalisasi minat dalam belajar

· Kemampuan menggambarkan masalah sebelumnya yang sesuai dengan topik

· Perilaku sesuai dengan pengetahuan

· Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi

· Persepsi yang keliru terhadap masalah

· Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

 

 

Intervensi utama : edukasi kesehatan

Observasi

· Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

· Identifikasi faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi phbs

Terapeutik

· Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

· Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

· Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

· Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

· Ajarkan phbs

· Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan phbs

 

 

c. IMPLEMENTASI

d. DOKUMENTASI